Cerita Siswi Diperkosa Guru, Sungguh Tragis | Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula, itulah yang dialami SA (17).SA adalah korban pemerkosaan yang diduga dilakukan GMT, guru olahraga di sekolahnya, di Maunori, Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo, NTT. Peristiwa nahas yang menimpanya pada Sabtu (14/4/2012) silam, tak saja merenggut kehormatannya, melainkan juga memupuskan masa depannya.
Sekolah tempat SA menimba ilmu, mengeluarkannya dari sekolah, dengan alasan tidak ingin nama sekolah ikut tercemar akibat peristiwa itu. Korban didampingi petugas dari Bidang Perlindungan Anak BKBPP dan PA Kabupaten Nagekeo, Maria Anjelina A Sekke Wea dan Wea Maria serta Arel, pada Selasa (26/2/2013) secara resmi mengadukan kasus ini ke aparat Polsubsek Maunori.
Laporan korban diterima Kapolsek Maunori Aipda Johanes Leko. Namun, karena kantor kepolisian di Maunori stausnya masih subsektor, kasus diarahkan ke Polsek Mauponggo. Berbekal pengantar dan bukti laporan dari Kepolisian Sub Sektor Maunori, korban bersama petugas dari Bidang Perlindungan Anak BKBPP dan PA Nagekeo melaporkan kasus ini ke Polsek Mauponggo.
Di Polsek Mauponggo, laporan korban diterima langsung Kapolsek Mauponggo Komang Sudjana. Di depan Kapolsek Mauponggo dan salah satu penyidik, korban menuturkan, peristiwa pemerkosaan terjadi pada Sabtu (14/4/2012) sekitar pukul 23.00 WITA. Kala itu, korban pulang dari kegiatan latihan qasidah di masjid, untuk persiapan Musabaqah Tilawatil qur'an (MTQ) di Boawae pada 2012. Saat itu, korban bersama empat temannya diantar secara bertahap oleh GMT, menggunakan sepeda motor.
Tahap pertama, GMT mengatar dua temannya, kemudian dua temannya lagi, dan terakhir korban.
"Ketika antar kedua kalinya, saya minta satu orang dulu, biar teman satu orang sama-sama saya. Tapi dia bilang, kamu terakhir sendiri saja, karena kamu agak gemuk. Saya ikut saja," ungkap SA. Saat itu, lanjutnya, di masjid masih ada guru-guru yang lain. Setelah mengantar dua teman SA, GMT datang lagi menjemput korban."Dalam perjalanan, dia bicara kata-kata tidak senonoh. Dia minta saya jadi pacarnya. Saya tidak mau, karena dia guru saya. Namun, dia terus merayu saya. Sampai di tempat sepi, dia tiba-tiba berhenti dan menarik paksa saya ke pantai. Dengan beringas, dia merenggut kehormatan saya," beber korban.
Korban mengaku sempat berteriak, tapi mulutnya ditutup tangan tersangka.
"Saya menangis. Dia bilang tidak perlu menangis, karena sebelumnya dia sudah pernah melakukan dengan siswinya di tempatnya honor dulu, dan tidak pernah dipersoalkan. Dia juga mengancam saya, tidak boleh beritahu siapapun tentang kejadian itu, sekalipun orangtua. Akhirnya saya diam karena takut," papar korban.
Dua minggu setelah kejadian itu, korban mengaku kaget dipanggil guru agama dan kepala sekolah, yang menanyakan tentang peristiwa itu. Padahal, ia maupun GMT, belum pernah memberitahu peristiwa itu kepada siapapun. Di depan guru agama dan kepala sekolah, SA dan GMT akhirnya mengakui kejadian tersebut.
SA mengaku, setelah diperiksa kepala sekolah dan guru agama, ia dan GMT disuruh menandatangani pernyataan. Dalam surat pernyataan, kata SA, GMT menyatakan secara tulus dan sungguh bertanggung jawab menikahi dirinya paling lambat pada 30 Juli 2012, tanpa paksaan dan tekanan dari pihak manapun. Pada poin ketiga dari surat pernyataan disebutkan, bila GMT mengingkari kesepakatan dalam surat pernyataan, tanggung jawab dan akibat hukum menjadi risikonya. Sejak saat itu, hubungan GMT dan SA dengan sekolah berakhir.
Dari sekolah, GMT bersama sang ayah akhirnya menemui orangtua korban, dan mengakui perbuatannya serta siap menikahi korban. Tanggal 14 Mei 2012 merupakan tanggal pernikahan GMT dengan SA. Rencana pernikahan juga sudah dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) Maunori. Namun, pada hari H, seorang perempuan dari Kabupaten Ende datang melaporkan GMT ke polisi, dan meminta KUA tidak boleh menggelar pernikahan antara GMT dan SA, karena hubungan antara dirinya dengan GMT belum selesai.
Pernikahan antara GMT dan SA akhirnya ditunda, sampai urusan GMT dengan perempuan lain dari Ende selesai. Setelah melalui pembicaraan panjang, perempuan asal Ende memilih didenda, dan mengikhlaskan GMT menikahi korban. Bukannya menikah, GMT malah menghilang. Tidak ada kabar, korban kemudian melaporkan GMT ke Dinas PPO dan Bupati Nagekeo.
GMT sempat dipanggil Dinas PPO Nagekeo, dan sempat membuat pernyataan akan bertanggung jawab menikahi korban. Namun, pernyataan tinggal pernyataan, tanpa realisasi. Beberapa bulan kemudian, GMT menelpon korban, dan menyatakan tidak ingin lagi menikahi korban, karena tidak ada rasa cinta.
"Dia bilang kalau dipaksakan, kita tidak akan bahagia. Tidak akan jadi keluarga sakinah. Kamu sendiri akan rasakan akibatnya jika tetap paksa menikah," papar SA menirukan ucapan GMT.
Diancam seperti itu, SA dan keluarganya memutuskan untuk menyelesaikan kasus tersebut secara hukum.
GMT yang dikonfirmasi melalui telepon, Rabu (27/2/2013), mengaku masih mau bertanggung jawab menikahi korban. Cuma, ia kecewa karena korban melaporkan kasus ini ke Bupati Nagekeo dan Dinas PPO Nagekeo. (*)
Sumber:http://www.tribunnews.com
ILUSTRASI |
Sekolah tempat SA menimba ilmu, mengeluarkannya dari sekolah, dengan alasan tidak ingin nama sekolah ikut tercemar akibat peristiwa itu. Korban didampingi petugas dari Bidang Perlindungan Anak BKBPP dan PA Kabupaten Nagekeo, Maria Anjelina A Sekke Wea dan Wea Maria serta Arel, pada Selasa (26/2/2013) secara resmi mengadukan kasus ini ke aparat Polsubsek Maunori.
Laporan korban diterima Kapolsek Maunori Aipda Johanes Leko. Namun, karena kantor kepolisian di Maunori stausnya masih subsektor, kasus diarahkan ke Polsek Mauponggo. Berbekal pengantar dan bukti laporan dari Kepolisian Sub Sektor Maunori, korban bersama petugas dari Bidang Perlindungan Anak BKBPP dan PA Nagekeo melaporkan kasus ini ke Polsek Mauponggo.
Di Polsek Mauponggo, laporan korban diterima langsung Kapolsek Mauponggo Komang Sudjana. Di depan Kapolsek Mauponggo dan salah satu penyidik, korban menuturkan, peristiwa pemerkosaan terjadi pada Sabtu (14/4/2012) sekitar pukul 23.00 WITA. Kala itu, korban pulang dari kegiatan latihan qasidah di masjid, untuk persiapan Musabaqah Tilawatil qur'an (MTQ) di Boawae pada 2012. Saat itu, korban bersama empat temannya diantar secara bertahap oleh GMT, menggunakan sepeda motor.
Tahap pertama, GMT mengatar dua temannya, kemudian dua temannya lagi, dan terakhir korban.
"Ketika antar kedua kalinya, saya minta satu orang dulu, biar teman satu orang sama-sama saya. Tapi dia bilang, kamu terakhir sendiri saja, karena kamu agak gemuk. Saya ikut saja," ungkap SA. Saat itu, lanjutnya, di masjid masih ada guru-guru yang lain. Setelah mengantar dua teman SA, GMT datang lagi menjemput korban."Dalam perjalanan, dia bicara kata-kata tidak senonoh. Dia minta saya jadi pacarnya. Saya tidak mau, karena dia guru saya. Namun, dia terus merayu saya. Sampai di tempat sepi, dia tiba-tiba berhenti dan menarik paksa saya ke pantai. Dengan beringas, dia merenggut kehormatan saya," beber korban.
Korban mengaku sempat berteriak, tapi mulutnya ditutup tangan tersangka.
"Saya menangis. Dia bilang tidak perlu menangis, karena sebelumnya dia sudah pernah melakukan dengan siswinya di tempatnya honor dulu, dan tidak pernah dipersoalkan. Dia juga mengancam saya, tidak boleh beritahu siapapun tentang kejadian itu, sekalipun orangtua. Akhirnya saya diam karena takut," papar korban.
Dua minggu setelah kejadian itu, korban mengaku kaget dipanggil guru agama dan kepala sekolah, yang menanyakan tentang peristiwa itu. Padahal, ia maupun GMT, belum pernah memberitahu peristiwa itu kepada siapapun. Di depan guru agama dan kepala sekolah, SA dan GMT akhirnya mengakui kejadian tersebut.
SA mengaku, setelah diperiksa kepala sekolah dan guru agama, ia dan GMT disuruh menandatangani pernyataan. Dalam surat pernyataan, kata SA, GMT menyatakan secara tulus dan sungguh bertanggung jawab menikahi dirinya paling lambat pada 30 Juli 2012, tanpa paksaan dan tekanan dari pihak manapun. Pada poin ketiga dari surat pernyataan disebutkan, bila GMT mengingkari kesepakatan dalam surat pernyataan, tanggung jawab dan akibat hukum menjadi risikonya. Sejak saat itu, hubungan GMT dan SA dengan sekolah berakhir.
Dari sekolah, GMT bersama sang ayah akhirnya menemui orangtua korban, dan mengakui perbuatannya serta siap menikahi korban. Tanggal 14 Mei 2012 merupakan tanggal pernikahan GMT dengan SA. Rencana pernikahan juga sudah dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) Maunori. Namun, pada hari H, seorang perempuan dari Kabupaten Ende datang melaporkan GMT ke polisi, dan meminta KUA tidak boleh menggelar pernikahan antara GMT dan SA, karena hubungan antara dirinya dengan GMT belum selesai.
Pernikahan antara GMT dan SA akhirnya ditunda, sampai urusan GMT dengan perempuan lain dari Ende selesai. Setelah melalui pembicaraan panjang, perempuan asal Ende memilih didenda, dan mengikhlaskan GMT menikahi korban. Bukannya menikah, GMT malah menghilang. Tidak ada kabar, korban kemudian melaporkan GMT ke Dinas PPO dan Bupati Nagekeo.
GMT sempat dipanggil Dinas PPO Nagekeo, dan sempat membuat pernyataan akan bertanggung jawab menikahi korban. Namun, pernyataan tinggal pernyataan, tanpa realisasi. Beberapa bulan kemudian, GMT menelpon korban, dan menyatakan tidak ingin lagi menikahi korban, karena tidak ada rasa cinta.
"Dia bilang kalau dipaksakan, kita tidak akan bahagia. Tidak akan jadi keluarga sakinah. Kamu sendiri akan rasakan akibatnya jika tetap paksa menikah," papar SA menirukan ucapan GMT.
Diancam seperti itu, SA dan keluarganya memutuskan untuk menyelesaikan kasus tersebut secara hukum.
GMT yang dikonfirmasi melalui telepon, Rabu (27/2/2013), mengaku masih mau bertanggung jawab menikahi korban. Cuma, ia kecewa karena korban melaporkan kasus ini ke Bupati Nagekeo dan Dinas PPO Nagekeo. (*)
Sumber:http://www.tribunnews.com
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !